Bioekonomi perikanan diaplikasikan pada sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Namun, konsep bioekonomi lebih banyak digunakan pada bidang penangkapan. Hal ini disebabkan karena sektor penangkapan lebih banyak faktor ketidakpastian (uncertainty) dibandingkan di sektor budidaya.
Dalam budidaya, faktor lingkungan dapat dimanipulasi utnuk kepentingan usaha budidaya perikanan dengan dampak yang dapat dirasakan secara signifikan, misalnya pemberian pakan buatan yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yang dibudidaya.
Dalam penangkapan, faktor alam sangat sulit dikontrol atau dimanipulasi. Kondisi tersebut bertambah semakin kompleks dengan karakteristik sumberdaya perikanan tangkap yang tidak mudah dihitung stoknya, serta terdapat fenomena migrasi sumberdaya ikan.
Ada beberapa model analisis bioekonomi antara lain:
1. Model Gordon-Schaefer
Merupakan model awal dari pendekatan bioekonomi serta model bioekonomi perikanan yang paling terkenal. Model ini menggambarkan hubungan antara upaya penangkapan ikan, produksi ikan, dan pemanfaatan ikan dalam sebuah sistem perikanan. Tujuan dari model ini adalah untuk membantu para pengambil keputusan dalam merencanakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan ekonomis. Dalam model ini pendekatan statis dapat digunakan pendekatan maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY) dan open access equilibrium (OAE). Model Gordon-Schaefer ini dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kuota tangkapan ikan, menentukan tingkat upaya penangkapan ikan yang optimal, dan merancang strategi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan ekonomis.
2. Model Fox
Juga dikenal sebagai model yield-per-recruit, adalah model bioekonomi perikanan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat hasil tangkapan yang dapat dipanen dan tingkat biomassa ikan dalam jangka panjang. Model ini menggunakan data biologi dan perikanan ikan untuk menentukan tingkat pemanenan yang berkelanjutan dan menentukan kebijakan pengelolaan perikanan yang optimal. Menurut Fox, dalam penangkapan ikan terjadi fenomena decreasing rate. Pada model ini sumberdaya ikan tidak mengalami kepunahan, walaupun stok nya dapat mengalami deplesi secara signifikan. Model ini memiliki keterbatasan, terutama dalam hal ketidakpastian data biologi dan perikanan ikan. Oleh karena itu, model ini sebaiknya digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan pengelolaan perikanan yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
3. Model Copes
Model Copes adalah salah satu model bioekonomi perikanan yang digunakan untuk menganalisis pengelolaan perikanan dalam kondisi yang tidak pasti. Model ini didasarkan pada prinsip teori manajemen risiko dan mempertimbangkan variasi alamiah dalam tingkat rekruitmen ikan dan nilai pasar. Dengan model ini, dapat mengestimasi hubungan antara produksi dan harga ikan.
4. Pendekatan Intertemporal
Sering digunakan untuk mempertimbangkan keputusan pengelolaan perikanan jangka panjang yang akan mempengaruhi stok ikan dan hasil tangkapan di masa depan. Contohnya, keputusan untuk meningkatkan tingkat pemanenan ikan pada suatu waktu tertentu dapat memberikan keuntungan finansial yang cepat, tetapi dapat mengurangi stok ikan dan hasil tangkapan di masa depan. Sebaliknya, keputusan untuk mengurangi tingkat pemanenan ikan dapat membantu mempertahankan stok ikan yang berkelanjutan dan hasil tangkapan di masa depan, meskipun mungkin akan menimbulkan biaya dan pengorbanan finansial pada saat ini. Pengambilan keputusan intertemporal yang baik dalam pengelolaan perikanan memerlukan keseimbangan yang tepat antara keuntungan jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karena itu, pengambil keputusan pengelolaan perikanan perlu mempertimbangkan dengan hati-hati konsekuensi dari keputusan yang diambil pada waktu tertentu dan dampaknya pada stok ikan dan hasil tangkapan di masa depan.
5. Pendekatan Interdependensi
Interdependensi adalah istilah yang mengacu pada hubungan timbal balik atau ketergantungan antara dua atau lebih entitas. Dalam ilmu ekonomi, interdependensi sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara pasar atau negara yang satu dengan yang lainnya. Dalam konteks perikanan, interdependensi dapat terjadi antara negara-negara yang memiliki ketergantungan pada sumber daya ikan yang sama atau memiliki hubungan perdagangan ikan yang erat. Misalnya, jika satu negara memiliki permintaan tinggi terhadap ikan, sementara negara lain memiliki sumber daya ikan yang melimpah, maka terdapat interdependensi di antara kedua negara tersebut.
Contohnya, jika satu negara mengambil keputusan untuk meningkatkan tingkat pemanenan ikan secara signifikan, hal ini dapat berdampak pada ketersediaan ikan di perairan internasional dan mempengaruhi nelayan dan industri perikanan di negara lain. Interdependensi juga dapat terjadi di tingkat lokal, antara komunitas nelayan, industri, dan pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya ikan di suatu daerah atau perairan tertentu. Misalnya, penggunaan alat tangkap yang tidak berkelanjutan oleh satu kelompok nelayan dapat mempengaruhi kesuksesan tangkapan ikan kelompok lain, sehingga perlu adanya koordinasi dan kerja sama antara kelompok tersebut.
6. Model Bioekonomi Budidaya Ikan
Suatu kerangka analisis yang menggabungkan prinsip-prinsip biologi dan ekonomi untuk memahami dan memprediksi kinerja produksi perikanan. Model ini memperhitungkan faktor-faktor biologis seperti laju pertumbuhan ikan, mortalitas, dan reproduksi, serta faktor-faktor ekonomi seperti biaya produksi, harga jual, dan permintaan pasar. Model bioekonomi budidaya ikan dapat membantu peternak ikan atau pengelola perikanan dalam mengambil keputusan tentang manajemen produksi dan pengelolaan sumber daya ikan yang berkelanjutan. Model ini dapat digunakan untuk memperkirakan produksi ikan yang optimal dan mengidentifikasi strategi manajemen produksi yang paling efektif.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai beberapa model analisis bioekonomi, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pendekatan untuk memahami dan memprediksi kinerja produksi perikanan. Model-model tersebut meliputi Model Gordon-Schaefer, Model Fox, Model Copes, dan lain-lain. Setiap model memiliki fokus dan prinsip yang berbeda-beda dalam memperhitungkan faktor-faktor biologis dan ekonomi yang mempengaruhi produksi perikanan.
Dalam pengelolaan perikanan, model-model bioekonomi dapat membantu peternak ikan atau pengelola perikanan dalam mengambil keputusan yang berkelanjutan dan menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Dengan memperhitungkan faktor-faktor biologis dan ekonomi yang mempengaruhi produksi perikanan, model-model tersebut dapat membantu dalam merencanakan manajemen produksi yang efektif, meningkatkan efisiensi produksi, dan mengoptimalkan keuntungan.
Namun, penting untuk diingat bahwa setiap model memiliki keterbatasan dan asumsi yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, penggunaan model-model tersebut harus didukung dengan data empiris yang akurat dan kajian yang teliti, serta mengintegrasikan faktor-faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhi produksi perikanan.
Sumber:
Sutanto, S., Liviawaty, E., & Zairin Jr, M. (2017). Bioeconomic Modeling of Fish Culture in Pond. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation, 10(1), 62-68.
Pomeroy, R. S., & Williams, M. J. (1994). Sustainable fisheries systems. Island Press.
Holland, D. S., & Sanchirico, J. N. (2013). The bioeconomics of marine reserves: a selected review with policy implications. Fisheries, 38(11), 521-531.
Sumiono, B., & Murti, N. B. (2016). Bioeconomic Analysis of Catfish (Clarias sp.) Farming in Central Java Province, Indonesia. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 4(3), 15-22.
Anderson, L. G., Seijo, J. C., & Sutinen, J. G. (2007). Bioeconomics of marine reserves: a review of recent research. Marine Resource Economics, 22(3), 243-273.
No comments:
Post a Comment